Senin, 16 Juni 2025

Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat 1/2

Karaton ialah tempat bersemayam ratu- ratu, berasal dari kata- kata: ka + ratu + an = kraton. Juga disebut dengan kadaton, yaitu ke + datu + an = kedaton, tempat datu- datu atau ratu- ratu.

Arsitektur bangunan- bangunannya, letak bangsal- bangsalnya, ukiran- ukirannya, hiasannya, sampai pada warna gedung- gedungnya mempunyai arti. Pohon- pohon yang ditanam didalamnya bukan sembarang pohon.

Arsitek dari karaton ini ialah Sri Sultan Hamengku Buwono I sendiri.

Kompleks kraton terletak di tengah- tengah, tetapi daerah karaton membentang antara Sungai Code dan Sungai Winanga, dari utara ke selatan, dari Tugu sampai Krapyak.

Nama kampung- kampung jelas memberi bukti kepada kita, bahwa ada hubungannya antara penduduk kampung itu dengan tugasnya di kraton pada waktu dahulu, misalnya : Gandekan = tempat tinggal gandek- gandek (koerir) dari Sri Sultan, Wirobrajan tempat tinggal prajurit- prajurit Wirobraja, Pasindenan tempat tinggal pesinden- pesinden (penyanyi- penyanyi) kraton.

Daerah kraton terletak di hutan Garjitawati, dekat desa Beringin dan desa Pacetokan. Karena daerah ini dianggap kurang memadai untuk membangun sebuah kraton dengan bentengnya, maka aliran Sungai Code dibelokkan sedikit ke timur dan aliran Sungai Winanga sedikit ke barat.

Kraton Yogyakarta dibangun pada tahun 1756 atau tahun Jawa 1682, diperingati dengan sebuah condrosengkolo memet di pintu gerbang Kemagangan dan di pintu gerbang Gadung Mlati, berupa dua ekor naga berlilitan satu sama lainnya. Dalam bahasa Jawa : "Dwi naga rasa tunggal". Warna naga hijau. Hijau ialah simbol dari pengharapan.

Di sebelah luar dari pintu gerbang itu, di atas tebing tembok kanan- kiri ada hiasan juga terdiri dari 2 ekor naga bersiap- siap untuk mempertahankan diri. Dalam bahasa Jawa: "Dwi naga rasa wani".

Tahunnya sama, tetapi dekorasinya tak sama. Ini tergantung dari arsitektur, tujuan dan sudut yang dihiasinya. Warna naga merah. Merah ialah simbol keberanian.

Di halaman Kemagangan ini dahulu diadakan ujian- ujian bela diri memakai tombak antar calon prajurit- prajurit kraton.

Luas kraton Yogyakarta adalah 14.000 m². Di dalamnya terdapat banyak bangunan- bangunan, halaman dan lapangan- lapangan.

Mulai dari halaman kraton ke utara:
1. Kedaton/ Prabayeksa
2. Bangsal Kencana
3. Regol Danapratapa (pintu gerbang)
4. Sri Manganti
5. Regol Srimanganti (pintu gerbang)
6. Bangsal Poncowati (dengan halaman kemandungan)
7. Regol Brajanala (pintu gerbang)
8. Siti Inggil
9. Tarub Agung
10. Pagelaran (tiangnya berjumlah 64)
11. Alun- alun utara (dihias dengan pohon Beringin 62 batang)
12. Pasar (Beringharja)
13. Kepatihan
14. Tugu
Angka 64 menggambarkan usia Nabi Muhammad 64 tahun Jawa atau 62 tahun masehi.

Dari halaman kraton pergi ke selatan maka akan melihat :
1. Regol Kemagangan (pintu gerbang)
2. Bangsal Kemagangan
3. Regol Gadungmlati (pintu gerbang)
4. Bangsal Kemandungan
5. Regol Kemandungan (pintu gerbang)
6. Siti Inggil
7. Alun- alun selatan
8. Krapyak


1. Regol = pintu gerbang
2. Bangsal = bangunan terbuka
3. Gedong = bangunan tertutup (berdinding)
4. Plengkung = pintu gerbang beteng
5. Selogilang = lantai tinggi dalam sebuah bangsal semacam podium rendah, tempat duduk Sri Sultan atau tempat singgasana Sri Sultan.
6. Tratag = bangunan, biasanya tempat berteduh, beratap anyaman- anyaman bambu dengan tiang- tiang tinggi, tanpa dinding kraton dimuliakannya dan diberi atap seng, tetapi arsitekturnya tetap tak berubah.

Bangsal Kemandungan merupakan bangsal bekas pesanggrahan Sri Sultan H. B. I di desa Pandak Karangnangka waktu perang Giyanti (1746 - 1755).

Krapyak ialah sebuah podium tinggi dari batu bata untuk Sri Sultan, kalau baginda sedang memperhatikan tentara atau kerabatnya memperlihatkan ketangkasannya mengepung, memburu atau mengejar rusa.

Kompleks kraton dikelilingi oleh sebuah tembok lebar, bernama beteng. Panjangnya 1 km, berbentuk empat persegi, tinggginya 3 ½ m, lebarnya 3 sampai 4 m. Di beberapa tempat di beteng itu ada gang atau jalan untuk menyimpan senjata dan amunisi, di keempat sudutnya terdapat bastion- bastion dengan lubang- lubang kecil di dindingnya untuk mengintai musuh. Tiga dari bastion- bastion itu sekarang masih dapat dilihat. Beteng di sebelah luar dikelilingi oleh parit lebar dan dalam.

Lima buah plengkung atau pintu gerbang dalam beteng menghubungkan kompleks kraton dengan dunia luar. Plengkung- plengkung tersebut ialah:
1. Plengkung Tarunasura atau Plengkung Wijilan di sebelah timur laut
2. Plengkung Jogosura atau Plengkung Ngasem di sebelah barat daya
3. Plengkung Jogoboyo atau Plengkung Taman- sari di sebelah barat
4. Plengkung Nirboyo atau Plengkung Gading di sebelah selatan
5. Plengkung Tambakboyo atau Plengkung Gondomanan si sebelah timur.

Di muka tiap- tiap plengkung ada jembatan yang menghubungkan daerah- daerah kraton dengan daerah luar. Kalau ada bahaya, maka jembatan- jembatan itu dapat ditarik ke atas, menutup jalan masuk ke daerah dalam beteng. Sementara itu pintu- pintu plengkungan ditutup rapat.

Plengkung Tambakboyo dahulu tertutup, tetapi pada tahun 1923 dibuka kembali oleh Sri Sultan H. B. VIII. Hanya 2 dari 5 plengkung ini masih mempunyai bentuk asli, lainnya sudah berubah sama sekali bentuknya. Kedua plengkung itu ialah Plengkung Nirboyo (Gading) dan Plengkung Tarunasura (Wijilan).

Krapyak adalah sebuah gambaran dari tempat asal roh- roh. Di sebelah utaranya terletak kampung Mijen, berasal dari perkataan Wiji (Benih). Jalan lurus ke utara, kanan kiri dihiasi dengan pohon Asem dan Tanjung menggambarkan kehidupan Sang Anak yang lurus, bebas dari rasa sedih dan cemas, rupanya "nengsemaken" (menarik) serta disanjung- sanjung selalu, istimewa oleh ibu bapanya.

Plengkung Gading atau Plengkung Nirbaya. Plengkung ini menggambarkan batas periode sang anak menginjak dari masa kanak- kanak ke masa pra- puber. Rupa dan tingkahnya masih nengsemaken (pohon asem) apa lagi suka menghias diri (nata sinom). Sinom adalah daun asem yang masih muda, rupanya hijau muda, sangat menarik, tetapi berarti juga rambut halus- halus di dahi pemudi. Sinom itu selalu dipelihara dengan cermat oleh pemudi- pemudi, karena dapat menambah kecantikannya.

Alun- alun selatan terdapat 2 pohon Beringin, bernama "Wok". Wok berasal dari kata "Bewok". Dua pohon beringin di tengah- tengah alun- alun menggambarkan bagian badan kita yang rahasia sekali, maka dari itu diberi pagar batu bata. Jumlahnya 2 menunjukkan laki- laki, namanya "Supit Urang" menunjukkan perempuan. Lima buah jalan raya yang bertemu satu sama lainnya disini menggambarkan panca indra kita.

Tanah berpasir artinya belum teratur, lepas satu sama lainnya. Keliling alun- alun ditanami pohon Kweni dan Pakel, artinya sang anak sudah wani (berani) karena sudah akik baligh.

Siti hinggil ada sebuah trateg atau tempat istirahat beratap anyaman bambu. Kanan- kiri tumbuh pohon - pohon Gayam dengan daun- daunnya yang rindang serta bunga- bunganya yang harum wangi. Siapa saja yang berteduh di bawah tratag itu akan merasa aman, tenteram, senang dan bahagia. Menggambarkan rasa pemuda- pemudi yang sedang dirindu cinta asmara.

Di Sitihinggil ditengah- tengah dahulu ada pendoponya dan di tengah- tengah lantai ada selo- gilangnya, tempat singgasana Sri Sultan. Kanan- kiri tempat duduk kerabat keratin dan abdi dalem lain- lainnya, pria wanita berkumpul menghormat Sri Sultan. Menggambarkan pemuda- pemudi duduk bersanding di kursi temanten.

Pohon- pohon yang ditanam di sini ialah pohon Mangga Cempora serta Soka. Kedua pohon ini mempunyai bunga yang halus panjang berkumpul menjadi satu, ada yang merah ada yang putih, gambaran dari bercampurnya benih manusia laki dan perempuan.

Sitihinggil ini dilingkari oleh sebuah jalan, Pamengkang namanya. Mekangkang adalah keadaan kaki kita, kalau terletak sedikit jauh satu sama lainnya.

Di halaman Kemandungan terdapat pohon kepel, palem (mangga), cengkir gading serta jambu dersono.
Menggambarkan benih dalam kandungan sang ibu. Photon Pelem menggambarkan pada gelem atas kemauan bersama. Jambu Dersono dari kadersan sih ing sesama. Menggambarkan karena diliputi oleh kasih cinta satu sama lain. Pohon kepel dari perkataan kempel atau kempal, menggambarkan bersatunya kemauan, bersatunya benih, bersatunya rasa, bersatunya cita- cita. Cengkir gading adalah sejenis pohon kelapa dan kecil bentuknya. Dipakai pada upacara "mitoni" yaitu memperingati sang bayi sudah tujuh bulan di kandungan.

Jalan kecil dari sini ke kanan dan ke kiri menggambarkan pengaruh- pengaruh negatif yang dapat menganggu pertumbuhan sang bayi.

Sampai di Kemagangan, jalan di sini menyempit (dibuat sempit) kemudian melebar dan terang benderang.

Menggambarkan sang bayi telah lahir dengan selamat menjadi magang (calon) manusia. Kepadanya telah tersedia makan yang cukup, digambarkan dengan adanya dapur kraton Gebulen dan Sekullanggen. Jalan besar kanan- kiri kemagangan menggambarkan juga pengaruh negatif atau positif atas perkembangan sang anak.

Hendaknya sang anak dididik mengarahkan cita- citanya lurus ke utara, ke kraton, tempat bersemayam Sri Sultan. Di sini ia dapat mencapai yang cita- citakannya, asal mau bekerja dengan baik, patuh pada peraturan- peraturan, setia dan selalu ingat dan mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Murah.


Bangsal Ponconiti, ponco berarti lima, simbol dari panca indra kita. Niti berarti meneliti, menyelidiki, memeriksa. Di sinilah Sri Sultan mulai meneliti pqnca indranya, mempersatukan pikirannya untuk sujud kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, menjunjung tinggi perintahNya. Karena itulah kanan- kiri Bangsal Ponconiti ditanami pohon- pohon Tanjung.

Halaman dimukanya disebut Kemandungan. Mandung berarti mengumpulkan. Tanaman yang terlihat di sebelah utara halaman ini adalah Pohon Kepel dan Cengkirgading.

Kepel atau kempel berarti menjadi padat atau beku. Cengkirgading berwarna kuning. Warna kuning adalah simbol segala sesuatu yang mengandung makna Ketuhanan. Jadi semuanya mempunyai arti: " Kumpulkanlah dan padatkanlah tuan punya panca indra dan fikiran, sebab tuan akan bersujud di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa" melalui regol brajanala. Braja berarti senjata, Nala berarti hati.


K.P.H. Brongtodiningrat. Arti Kraton Yogyakarta. Yogyakarta: Museum Kraton Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar