Dibangun pd tahun 1977. Tinggi bangunannya 4 meter. Pembangunan monumen ini mempunyai maksud agar masyarakat Kota Magelang dapat menghayati jiwa kepahlawanan dan pengorbanan Pangeran Diponegoro yang ditangkap secara licik oleh Jenderal De Kock di Magelang pada tahun 1830.
Ada sebuah candra sengkala yang tertulis: "Turonggo Tinitihan Sesekaring Bawono" yang berarti tahun 1977 saat monumen ini dibangun.
4. Tugu Aniem (A. Niem) dan Klenteng Liong Hok Bio
Tugu Aniem (A. Niem) di kawasan Alun- alun Kota Magelang.
Memiliki bentuk silinder berwarna putih dengan puncak lancip dan hiasan khas arsitektur eropa abad ke- 19. Nama tugu ini berasal dari Abraham Christian Niem, seorang asisten residen Belanda yang meninggal pada masa Perang Jawa melawan pasukan Pangeran Diponegoro sekitar tahun 1830.
Dibangun pada masa kolonial sebagai bentuk penghormatan atas jasa Niem yang kala itu dianggap sebagai pegawai pemerintah Hindia Belanda yang berjasa dalam menjaga stabilitas kekuasaan di wilayah Kedu.
*Klenteng Liong Hok Bio
Didirikan tahun 1864 oleh Kapitein Be Koen Wie atau Be Tjok Lok. Terdapat Hio (dupa yang digunakan masyarakat Tionghoa dalam kegiatan peribadatannya) -besar di dalamnya dengan berat 3,8 ton.
Peninggalan Mataram Kuno dari trah Wangsa Sanjaya (Mataram Hindu). Berada di lereng Gunung Merapi sebelah barat, di tepian sungai Tlingsing Pabelan, tepatnya di Dusun Candi Pos, Desa Sengi, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang.
Nama candi asu diberikan karena sewaktu pertama kali
ditemukan ada sebuah patung lembu Nandhi yang wujudnya telah rusak dan lebih
mirip menyerupai Asu (anjing - dlm bhs Jawa).
Letak aslinya di tepi sungai Apu, anak sungai Pabelan di Dusun Tlatar, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan. Pada tahun 2010 Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah (kini Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X) mengamankan candi ini dengan memindahkan candi ini dari tempat aslinya ke tempat sementara di tepi jalan yang menuju ke Ketep Pass, sekitar 500 meter dari lokasi aslinya.
Candi ini dipindah karena tanah tumpuannya hanya tinggal satu meter dari tebing sungai setinggi 7 meter yang dikhawatirkan longsor. Karena bila tebing penyangga tanah tumpuan candi ini longsor, maka runtuhlah candi ini dan batu- batunya akan terhanyut aliran lahar Merapi.
Secara arsitektural memiliki latar belakang agama Hindu dan dibangun sekitar abad ke-9 Masehi. Tinggi 7, 20 meter. Bagian puncak sudah runtuh dan hilang batu- batunya, yang tersisa bagian tengah dan dasar. Diperkirakan dibangun dalam kurun waktu bersamaan dengan Candi Asu dan Candi Pendem, yakni pada abad ke- 9, ketika Kerajaan Mataram Kuno.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar