Sabtu, 02 September 2023

Kesultanan Mataram Islam

Panembahan Senapati (Danang Sutawijaya) pada tahun 1584 mendeklarasikan terbentuknya Kesultanan Mataram Islam di Alas Mentaok.
Alas Mentaok saat ini dikenal dengan sebutan kota Yogyakarta.

Kesultanan Pajang ketika itu runtuh di tahun 1587.
Panembahan Senapati selaku pendiri dari Kesultanan Mataram Islam kemudian menobatkan dirinya sebagai Sultan pertama yang memiliki gelar Senapati Ing Alaga Sayidin Panatagama.

Panembahan Senapati wafat pada tahun 1601, dimakamkan di Kotagede Yogyakarta.

Setelah Panembaham Senapati wafat, kepemimpinan Kesultanan Mataram dilanjutkan oleh Raden Mas Jolang (Panembahan Hanyakrawati) yang bergelar "Susuhunan Hanyakrawati" yang merupakan ayah dari Sultan Agung.

Pusat pemerintahan Kesultanan Mataram saat itu adalah di Kutagede (Kotagede).

Lokasi tersebut dianugerahkan oleh Sultan Pajang untuk Ki Ageng Pemanahan bersama putranya Panembahan Senapati, sebagai bentuk jasa mereka dalam keikutsertaannya dalam pertempuran yang mengalahkan Adipati Jipang Panolan dan Arya Penangsang.

Panembahan Senapati mulai memperluas wilayah kekuasaan Mataram Islam secara lebih besar di sepanjang Bengawan Solo hingga ke Jawa bagian timur dan barat.

Dari Jipang, Madiun, Kediri, Ponorogo, Magetan hingga Pasuruan.
Di wilayah barat berhasil menaklukkan wilayah Cirebon dan Galuh pada tahun 1595.

Sultan Agung (Raden Mas Rangsang) memimpin pada tahun 1613- 1645.
Menetapkan penanggalan atau kalender Jawa sejak tahun 1633 dimana penghitungan tanggal tersebut merupakan kombinasi kalender Saka dan Hijriah.

Runtuhnya Kesultanan Mataram Islam dimulai ketika Sultan Agung kalah dalam sebuah misi yang bertujuan untuk merebut Batavia.
Saat itu Sultan Agung berjuang menaklukkan seluruh wilayah Jawa dari tangan Belanda.

Mataram Islam total memiliki lima keraton, setelah Kotagede, keraton selanjutnya berada di Kerto, Plered, Kartasura dan akhirnya sekarang berada di Surakarta.

Pusat Kesultanan pertama kali berpindah pada masa kepemimpinan Sultan Agung Hanyakrakusuma.
Saat itu pusat Kesultanan Mataram Islam dipindahkan dari Kotagede ke Kerto yang berjarak sekitar delapan kilometer.

Pusat Kesultanan Mataram Islam kembali berpindah usai Sultan Agung wafat pada tahun 1645.
Pemindahannya dari Kerto ke Plered yang hanya berjarak sekitar dua kilometer.

Pemindahannya dilakukan pada masa pemerintahan anak Sultan Agung, Raden Mas Sayidin.
Bergelar Kanjeng Susuhunan Prabu Amangkurat Agung atau yang lebih dikenal sebagai Amangkurat I.

Keraton Plered sendiri boleh dikatakan lahir karena ego seorang anak yang tak mau tinggal di tempat kediaman ayahnya.
"Segenap rakyatku, buatlah batu bata! Saya akan pindah dari Karta, karena saya tidak mau tinggal di bekas (kediaman) ayahanda. Saya akan membangun kota di Plered."
Demikian sabda Amangkurat I tidak lama setelah naik takhta pada 1646.

1. Panembahan Senapati (Danang Sutawijaya)
2. Panembahan Hanyakrawati (Raden Mas Jolang)
3. Sultan Agung (Raden Mas Rangsang)
4. Amangkurat I (Raden Mas Sayidin)

1. Kotagede
2. Kerto
3. Plered
4. Kartasura
5. Surakarta



gramedia.com/literasi/sejarah-kerajaan-mataram-islam/

travel.kompas.com/read/2019/01/10/100600027/situs-kerto-keraton-kedua-mataram-islam-yang-seakan-menghilang?

kompasiana.com/amp/er-ha/55178171813311cc669de88a/pleret-ibukota-kerajaan-mataram

Tidak ada komentar:

Posting Komentar