Sabtu, 23 Desember 2017

Situs Parigi/ Punden Parigi II

Situs Parigi Di Banyuurip

Alamat situs parigi berada di desa Banyu Urip, Kecamatan Banyu Urip, Kabupaten Purworejo. Rute perjalanannya, dari Alun-alun kota Purworejo ke selatan menuju ke arah desa Banyu Urip, sampai di Pasar Ngori, kemudian ambil jalan ke arah kiri hingga Kantor Kepala Desa Banyu Urip, ambil jalur lurus hingga +/- 300 meter maka kita akan sampai di lokasi.
Deskripsinya, situs perigi berada di sebuah lokasi dengan ukuran kurang lebih 20 meter x 30 meter, kemudian pada sebelah kanan ada semacam aula dimana aula tersebut digunakan untuk tasyakuran para warga setempat untuk pesta panen. Bentuk bangunan situs perigi seperti gazebo atau lebih mirip joglo namun cukup terawat dengan ukuran kurang lebih 3 meter x 3 meter. Lantai situs perigi berwarna putih, di dalam terdapat 1 yoni dan 4 buah batu yaitu : batu duduk ( yang paling besar, konon batu ini adalah tempat duduk Raden Joyokusumo ), batu lutut, batu dakon, dan yang paling kecil adalah batu lumpang.

Sejarah situs parigi.

Juru kunci situs perigi bernama Pak Marto ( Sumarto ), rumahnya berada disekitar area situs.

Dikisahkan, Raja Majapahit yaitu Brawijaya 5, adalah sangat marah kepada Raden Joyokusumo karena tidak hadir dalam rapat khusus kerajaan, padahal semua putra bangsawan menghadiri rapat tersebut. Raden Joyokusumo adalah adik tiri dari seorang istri selir Raja Brawijaya. Saat semua mengikuti rapat kerajaan, Raden Joyokusumo dan adik nya, Galuh Wati, malahan asik bermain burung puyuh yang bernama Ki Kebrok, burung kesayangannya.

Akibat kemarahan Raja Brawijaya, Raden Joyokusumo dan Galuhwati diusir dan pergi dari kerajaan Majapahit. Dengan susah payah, akhirnya kakak dan adik sampai di suatu tempat. Akibat perjalanan yang sangat jauh, Galuh Wati diserang demam dan kehausan. Akhirnya, Raden Joyokusumo menancapkan sebilah keris pusaka miliknya ke tanah. Sebuah keajaiban, tanah bekas tancapan keris tersebut memunculkan air yang sangat deras. Dengan air tersebut, mereka minum dan mandi.

Kemudian, Raden Joyokusumo mendirikan sebuah bangunan yang digunakan untuk bertapa. Bangunan tersebut diberi nama Perigi yang artinya adalah mendatangi ( murugi, jawa ), karena setelah muncul mata air atau sumur, datanglah orang-orang dari luar kota yang ingin menetap di sana. Istilah Banyu Urip itu sendiri diambil dari kata banyu dan urip, yang bermakna air kehidupan karena saat Galuhwati hampir mati, air yang muncul dari tanah bekas tancapan keris adalah memberi kehidupan bagi mereka.
Banyak orang dari luar kota yang datang kesini untuk memperbaiki nasib. Mereka minta petunjuk pada juru kunci supaya diberi jalan alternatif, lalu mereka berdoa dan menyembelih korban. Setiap malam jum'at dan hari-hari tertentu, mereka harus tirakat sepanjang malam di aula. Jika mereka berhasil dalam usaha, mereka akan menggelar syukuran di aula tersebut

Di belakang bangunan situs, ada sebuah pohon besar yang berumur ratusan bahkan mungkin hingga ribuan tahun. Dibawah pohon tersebut dibangun gundukan tanah yang ditinggikan ( Siti Hinggil ) dan ditancap sebuah papan yang ditulis " Pengunjung Di Larang Naik ke Lokasi ini".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar