Senin, 28 Juli 2025

Babad Purworejo I (Edisi Revisi)

Disampaikan oleh RH Oteng Suherman

Diterbitkan oleh Pustaka Srirono Purworejo.
Tahun Penerbitan 2012, 2014

1. Tanah Pagelen Masa Purba
- Pemilihan Raja Medang Kamulan
- Supata Nyai Bagelen
- Ki Cakrajaya alias Sunan Geseng
- Prabu Sri Maharaja Rakai Watukara Dyah Balitung
- Patung Emas dari Goa Seplawan

2. Abad Pertengahan
- Pangeran Benowo Putra Sultan Pajang
- Pelarian Agung Tahun 1677 M
- Raden Ajeng Rara Tungle
- Kangjeng Raden Adipati Aryo Danurejo
- Hadiah Garwa Dalem Susuhunan Prabu Hamangkurat Agung
- Kyai Brengkel

3. Pra Perang Diponegoro
- Raden Ngabehi Resodiwiryo
- Peristiwa dengan Pepatih Dalem Kasunanan

4. Perang Jawa di Tanah Bagelen
- Pangeran Kusumoyudho
- Tiga Oktober 1828 di Bagelen
- Raden Tumenggung Cokrojoyo
- Perundingan Khianat

5.Kadipaten Brengkelan
- Raden Adipati Brengkelan
- Kangjeng Raden Adipati Cokronegoro I Bupati Purworejo
- Pribadi KRAd. Cokronegoro I

6. Kadipaten Semawung Kutoarjo
- KRAA Notonagoro Sawunggalih II di Kutoarjo
- Semawung Kutoarjo Semasa Perang Diponegoro
- KRAd. Aryo Turkiyo Purboatmojo atau Pangeran Turkiyo Purboatmojo Bupati Kutoarjo Tahun 1870 sampai 1915

KRAA Cokronagoro I
Bupati setelah Keluarga Cokronagoro

_

Para Bupati dan Panglima perang diberikan gelar pangkat kemiliteran, yang diambil dari pangkat militer Kasultanan Turki Ottoman (Utsmani) dan Jawa. Misalnya pangkat Basah (Panglima= Pasha), Alibasah (Panglima Tinggi= Ali Pasha), Pasukan Pengawal Barjumat, Bulkiyo, Turkiyo dan Arkiyo dicontoh dari resimen Janissary Turki.

Beberapa pemimpin yang berjuang bahu- membahu dengan sang Herucokro, diantaranya adalah:
1. Pangeran Mangkubumi
Pamanda Pangeran Diponegoro sendiri, yaitu adinda dari Sultan Hamengku Buwono III yang wafat pada tahun 1850 bergelar Panembahan Amangkurat.

2. Pangeran Ngabehi Joyokusumo
Dikenal dengan sebutan Pangeran Bei, putra Sultan Hamengku Buwono II. Panglima perang yang hebat dan ahli strategi yang brilian, gugur sebagai pahlawan di Bukit Slingi di aliran Sungai Progo.

3. Kyai Mojo
Ulama yang berasal dari Mojo (Surokarto), beliau adalah penasehat keagamaan yang memberikan corak dan jiwa Islam dalam perjuangan itu. Beliau wafat di pengasingannya di Minahasa tanggal 20 Desember 1849.

4. Sentot atau Alibasah Ngabdul Mustofa Prawirodirjo
Beliau adalah putra seorang Bupati Madiun Raden Rangga Prawirodirjo, cucu dari Sultan Hamengku Buwono I yang tewas dalam pertempuran melawan Gubernur Jenderal Daendels.


Oleh Pemerintah Belanda, tanah Bagelen dibagi menjadi empat buah Kadipaten, dibawah seorang Residen Belanda. Kadipaten- kadipaten tersebut ialah:

1. Kadipaten Brengkelan
Diperintah oleh Raden Adipati Cokrojoyo
2. Kadipaten Semawung
Diperintah oleh Raden Adipati Notonagoro atau Sawunggalih II
3. Kadipaten Karangduwur
Diperintah oleh Raden Adipati Mangunagoro
4. Kadipaten Ungaran atau Ngaran (Kutowinangin)
Diperintah oleh Raden Adipati Arung Binang, dengan daerah yang sebagian termasuk daerah Bagelen dan sebagian lagi termasuk daerah Banyumas (sekarang).

Sang Adipati kurang berkenan dengan nama kadipatennya, Brengkelan. Hal ini dikarenakan arti kata Brengkele mempunyai konotasi tidak baik, yaitu suka membantah dan tak mengalah, disamping arti kata lain Brengkelan, yaitu tanah yang berasal dari menebang sendiri (babad alas).

Oleh karena itu Raden Adipati Cokrojoyo menghendaki perubahan nama tersebut dengan sebuah nama yang mempunyai konotasi arti yang baik. Setelah memohon petunjuk kepada Allah Yang Maha Kuasa, kemudian terbesitlah sebuah nama yang bagus dan mempunyai arti yang baik serta mempunyai harapan atas masa depan yang gemilang.

Nama yang beliau usulkan adalah Purworejo yang mempunyai arti awal dari kemakmuran yang akan dinikmati oleh para penduduknya. Nama tersebut ternyata disetujui oleh para pembesar negeri dan oleh Komisaris Van Lawick Van Pabst.

Perubahan nama tersebut tertulis dalam Naskah Kedung Kebo sebagai berikut:
Prapteng nagri Brengkelane karso prikso tanah kutha Brengkelan sinung nomo negoro Purworejoku Kyai Dipati Cokrojoyo nomo Adipati Raden Cokronagoro

(Buku Kedung Kebo, naskah LBG No. 5 koleksi Bagian Naskah Perpustakaan Nasional : 625)

Peristiwa perubahan nama Brengkelan menjadi Purworejo dan Raden Adipati Cokrojoyo menjadi Raden Adipati Cokronagoro terjadi pada hari Sabtu tanggal 14 Romadlon tahun Je 1758 Jawa atau tahun 1246 H yang bertepatan dengan tanggal 27 Februari 1831 M.

- Amat Takyin, Ki, BABAD BANYUURIP, Lembaga Kebudayaan & Kesusastraan Kecamatan Banyuurip, Purworejo Th 1983.
- Atass Danusubroto, RAA. COKRONAGORO I (1831- 1857) PENDIRI KABUPATEN PURWOREJO.
- Bappeda Tingkat II Purworejo, 1982, SEJARAH BAGELEN HINGGA KABUPATEN PURWOREJO.

- Carey, PBR, 1974. THE BUKU KEDUNG KEBO - JAVANISE HISTORIS OF DIPONEGORO (THESIS), Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

_

Berakhirnya perang Diponegoro menjadi cikal bakal terbentuknya sistem pemerintahan yang lebih punya legitimasi di Purworejo. Ki Resodiwiryo yang dianggap berjasa besar bagi Kesunanan Surakarta dalam peperangan tersebut lantas diangkat menjadi Bupati Bagelen yang berubah nama menjadi Purworejo dengan gelar Kanjeng Raden Tumenggung yang kemudian dinaikkan menjadi Raden Adipati Aryo (RAA) Cokronagoro dan punya hak turun temurun memimpin Purworejo.

Cokronagoro menjabat sebagai Bupati pertama Purworejo dari 1831 hingga wafatnya pada 1856 dalam usia 83 tahun.

Nama- nama Bupati yang menjabat di Purworejo setelah RAA Cokronagoro I hingga sekarang:
1. Raden Adipati Aryo Cokronagoro II
2. Raden Adipati Aryo Cokronagoro III
3. Raden Adipati Aryo Cokronagoro IV/ RMTA Soegeng Cokronagoro IV

Raden Adipati Aryo Cokronagoro IV menjabat sebagai Bupati Purworejo sampai 1919. Oleh karena kesalahan terhadap Pemerintah Belanda, Bupati Cokronagoro IV dibebastugaskan. Namun pada 1921 direhabilitir dan diangkat kembali sebagai Bupati hingga pensiun.

4. Raden Adipati Aryo Soerjadi dari 1921- 1928
5. RM Hasan Danoeningrat (1928- 1945)

Kamis, 24 Juli 2025

Ratu Malang (Retno Gumilang)

Retno Gumilang adalah putri dari Ki Wayah, seorang dalang gedog yang tersohor di bumi Mataram. Beliau seorang sinden, bersuamikan lelaki yang memiliki profesi seorang dalang, Ki Dalang Panjang Mas (Ki Soponyono) namanya. Beliau juga terkenal di seluruh Mataram.

Nasib malang menghampiri hidupnya semenjak penguasa Mataram saat itu, Amangkurat I, mulai mengenal dirinya. Amangkurat I berniat untuk menikah lagi. Oleh Pangeran Blitar, beliau dikenalkan dengan Retno Gumilang. Lewat pandangan pertama, sang raja langsung menaruh hati kepada putri Ki Wayah tersebut. Beliau langsung memantapkan hatinya untuk segera mempersunting Retno Gumilang.

Amangkurat I menerima kenyataan bahwa Retno Gumilang sudah berkeluarga.
Amangkurat I memiliki siasat keji untuk menyingkirkan suami Retno Gumilang. Maka, diundanglah Ki Panjang dan seluruh rombongan pementas wayang asuhan Ki Panjang untuk menghadiri jamuan makan istimewa di istana. Namun, di balik jamuan yang manis itu, ternyata Amangkurat I menaruh racun pada makanan jamuan yang membuat Ki Panjang dan seluruh rombongan yang turut serta harus meregang nyawa.

Meninggalnya Ki Panjang membuat Retno Gumilang menjadi janda. Kesempatan tersebut dimanfaatkan sebaik mungkin oleh Amangkurat I untuk menjadikannya sebagai selir sang baginda. Akhirnya Retno Gumilang berhasil diboyong ke istana dalam keadaan hamil dua bulan, buah dari pernikahan sebelumnya dengan Ki Panjang.

Amangkurat I pun sangat berbahagia. Dia sangat mencintai Retno Gumilang. Retno Gumilang yang sebenarnya hanya selir ia bangunkan istana khusus bernama Istana Wetan dan selanjutnya beliau memberi gelar Ratu Wetan kepada sang istri.

Setelah mengetahui fakta bahwa Ki Panjang tewas akibat dibunuh oleh Amangkurat I membuat Retno Gumilang sangat terpukul. Ia menangis siang dan malam meratapi kepergian sang suami yang amat menyedihkan. Meskipun kini ia sudah menjadi istri dari penguasa Mataram, cinta tulusnya hanya ia persembahkan untuk Ki Panjang.

Retno Gumilang mendapat perlakuan tidak mengenakkan dari sebagian besar orang di istana. Perlakuan khusus Amngkurat I kepada dirinya menyulut api cemburu para istri Amangkurat lainnya. Keinginan Amangkurat I yang ingin mengangkat Retno Gumilang sebagai permaisuri juga semakin memperkeruh keadaan. Padahal saat itu ia sudah memiliki permaisuri yang berkediaman di Istana Kulon. Oleh karena itu, ia mendapat julukan Ratu Malang dari para istri Amangkurat I, yang berarti orang yang melintang (malangi/ menghalangi) di jalan sehingga menyebabkan Amangkurat I serasa abai dengan istri yang lainnya.

Ratu malang menghembuskan nafas terakhir di kediamannya, Istana Wetan. Kematiannya dicurigai akibat diracun karena sebelum meninggal sang ratu menunjukkan gejala keracunan dengan banyak mengeluarkan cairan dari tubuhnya. Kepergian sang ratu merupakan pukulan yang sangat berat bagi Amangkurat I.

Sultan Mataram tersebut mengantarkan jasad sang ratu ke Gunung Kelir untuk dipusarakan. Selama beberapa hari, beliau meminta agar liang lahat sang ratu tidak ditutup. Malam harinya beliau tidur di dekat liang lahat tersebut untuk menemani jasad sang ratu yang telah terbujur kaki.


_

Momen meninggalnya Ratu Malang menjadi akhir hidup beberapa selir lain karena dituduh meracuni Ratu Malang. Akibatnya, beberapa selir dikenai hukuman mati dengan cara dikurung dalam ruangan pengap oleh Amangkurat I.

Amangkurat I meninggal di daerah bernama Tegalarum saat melakukan pelarian akibat serangan aliansi Trunojoyo- Karaeng Galesong ke ibukota Mataram Islam di Plered.

Di bagian atas makam, masih ada satu tempat berpagar. Di dalamnya terdapat persegi bekas galian berisi air. Sendang Moyo namanya.

Versi umum mengatakan jika disinilah rencana awal Ratu Malang dimakamkan. Namun saat tanah digali, air keluar tiada henti dan membuat makam sang sinden dijadikan dalam satu area dengan suami tercintanya.

Makam Ki Dalang Panjang Mas berada di dalam kompleks makam Antakapura atau makam Ratu Malang. Kompleks makam terletak di puncak sebuah bukit yaitu bukit Gunung Kelir.

Salah satu nisan di halaman inti adalah nisan Ratu Mas Malang, permaisuri Amangkurat I. Satu nisan yang ada di halaman belakang atau halaman sisi utara adalah nisan Ki Dalang Panjang Mas. Nisan-nisan yang lainnya kemungkinan besar merupakan kuburan para pengrawit atau penabuh gamelan dan pesinden, yang semuanya anggota rombongan Ki Dalang Panjang Mas yang ikut terbunuh.




mojok.co/terminal/retno-gumilang-ratu-malang-yang-bernasib-malang/

mojok.co/liputan/hasrat-asmara-raja-mataram-islam-yang-berakhir-di-istana-kematian/

jogjacagar.jogjaprov.go.id/detail/3950/makam-ki-dalang-panjang-mas

Pasarean Dalem Para Nata Astana Pajimatan Himagiri

 1. Gapura Pasareyan Dalem Para Nata. Pajimatan Girirejo Imogiri


2. Tangga naik

3.

4.

5. Tugu Peringatan Jumenengan ke- 40 tahun Sri Susuhunan Paku Buwana X

6. Papan Informasi Tugu Peringatan Jumenengan Paku Buwana X

7.

8.

9. Papan Informasi Tata Tertib Peziarah

10. Papan Informasi Kompleks Makam Imogiri


11. QR Code Informasi Sejarah Makam Pajimatan Imogiri

12. Denah lokasi makam

13. Buku saku riwayat Pasarean Mataram I dan Imogiri






__


1. Tangga naik ke area Makam Sultan Agung Hanyokrokusuma dan Jend. TNI GPH. Djatikusumo

2.

3.



4. Conduct For Tourist Visiting. The Holy Graves of Imogiri

5.

6.

7. Papan Informasi Pahlawan Nasional Kanjeng Sultan Agung Prabu Hanyokrokusuma dan Jenderal TNI Gusti Pangeran Haryo Adipati Djatikusumo


__


1. Pintu Gapura Astana Luhur Sri Susuhunan Pakubuwana VI

2. Pintu Gapura Paku Buwono X

3.

4. Pagar Kompleks Samping

5.

6. Papan Nama Makam Pahlawan Nasional Sri Sultan Hamengkubuwono IX

7. Papan nama Makam Pahlawan Nasional Sri Sultan Hamengkubuwono I

8. Papan Informasi  Pasareyanipun Kyai Tumenggung Tjitrokoesoemo

9.

10.

11.


__


1.

2.

























































Kerajaan Medang

Medang merupakan kerajaan yang didirikan oleh Ratu Sanjaya pada abad ke- 8. Kerajaan Medang yang mengalami dua periode yakni,
-periode Jawa Tengah, dan
-periode Jawa Timur.
Memiliki hubungan sangat erat dengan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Bali.

Berhubungan dengan Sriwijaya, karena paska pemerintahan Sanjaya, Medang dikuasai oleh Rakai Panangkaran Dyah Pancapana (760- 775 M) yang diperkirakan keturunan Depunta Hyang (pendiri Sriwijaya yang berpindah pusat pemerintahannya dari Sumatera ke Jawa).

Semasa pemerintahan Rakai Panunggalan Dyah Dharanendra (775- 800 M), Medang yang bisa disebut sebagai ibukota Sriwijaya tersebut mengalami kejayaan dengan ditandai perluasan wilayah jajahan. Namun sejak pemerintahan Rakai Warak Dyah Samaragrawira (800 - 812), Medang mengalami kemunduran.

Di masa pemerintahan Samaratungga (812- 833 M) hingga Pramodhawardhani (833- 856 M, Medang cenderung mengutamakan perkembangan agama Budha. Hal ini ditandai dengan dibangun dan diresmikannya Candi Borobudur. Di masa pemerintahan Samaratungga, wilayah Medang atau Sriwijaya dibagi menjadi dua bagian.
- Wilayah Sumatera dikuasai Balaputradewa, dan
- Wilayah Jawa dikuasai Pramodhawardani

Semasa pemerintahan Pramodhawardhani, Medang tidak hanya dikuasai oleh Dinasti Sailendra, namun pula Dinasti Sanjaya. Mengingat Rakai Pikatan Mpu Manuku yang merupakan keturunan Sanjaya tersebut turut menguasai Medang sesudah menikahi Pramodhawardhani.

Sejak pemerintahan Rakai Pikatan Mpu Manuku hingga Rakai Layang Dyah Tulodong (919- 921 M), Medang diwarnai dengan pemberontakan dan perang saudara. Hingga saat pemerintahan Rakai Sumba Dyah Wawa (924- 928 M), istana Medang hancur karena banjir lahar dingin sesudah Gunung Merapi meletus dengan hebatnya pada tahun 928 M.

Karena istana Medang mengalami kehancuran, Mpu Sindok yang semula menjabat sebagai Rakryan Mapatih Hino menobatkan diri sebagai raja. Oleh Mpu Sindok, ibukota Medang yang berada di wilayah Jawa Tengah ini dipindahkan di Tamlang (Jawa Timur) pada tahun 929 M. Sejak itu, Medang periode Jawa Tengah telah berakhir.

Di masa pemerintahan Mpu Sindok (929- 947 M), Medang mulai bangkit dan mengalami perkembangan. Berlanjut pada pemerintahan Makutawangsawardhana, Medang menjalin perkembangan dengan Bali yang ditandai dengan perkawinan politis antara Mahendratta dengan Udayana. Kelak perkawinan tersebut melahirkan putra bernama Airlangga.

Hubungan antara Medang dan Bali berlanjut sampai pemerintahan Dharmawangsa Teguh (985- 1016 M). Menjelang runtuhnya Medang, Airlangga dinikahkan dengan putri Dharmawangsa Teguh.

Sebelum pernikahan Airlangga, Dharmawangsa Teguh menyerang Sriwijaya. Namun Sriwijaya berbalas menyerang Medang dengan cara mendukung Haji Wurawari.

Raja bawahan Medang yang kecewa karena lamarannya pada putri Dharmawangsa Teguh ditolaknya. Akibat serangan Haji Wurawari yang mendapat dukungan pasukan Sriwijaya, Medang mengalami kehancuran. Banyak orang Medang yang tengah menyelenggarakan pesta perkawinan Airlangga dengan putri Dharmawangsa Teguh itu tewas. Bahkan Dharmawangsa Teguh sendiri turut gugur dalam peristiwa Mahapralaya itu.

Paska peristiwa Mahapralaya, Airlangga yang mendapatkan dukungan Narotama beserta pengikut setia Dharmawangsa Teguh mendirikan Kerajaan Kahuripan pada tahun 1019 M. Tetapi kerajaan tersebut tidak berlangsung lama sesudah Airlangga turun tahta untuk menjadi pertapa bergelar Resi Aji Paduka Mpungku Sang Pinaka Citraning Bhuwana pada tahun 1042 M.

Sebelum turun tahta, Airlangga membagi wilayah kekuasaannya melalui bantuan Mpu Bharada menjadi Kadiri dan Janggala.

Kadiri dengan pusat pemerintahan di Daha diberikan Airlangga pada putranya yakni Sri Samarawijaya. Sedangkan Janggala diberikan kepada putra lainnya yakni Mapanji Garasakan.

_
Sriwijaya menyerang Medang dengan cara mendukung Haji Wurawari. Medang mengalami kehancuran.

- Rakai Panangkaran Dyah Pancapana (760- 775 M)
- Rakai Panunggalan Dyah Dharanendra (775- 800 M)
- Rakai Warak Dyah Samaragrawira (800- 812 M)

- Samaratungga (812- 833 M)
- Pramodhawardhani (833- 856 M)
- Rakai Layang Dyah Tulodong (919- 921 M)

- Rakai Sumba Dyah Wawa (924- 928 M)
- Mpu Sindok (929- 947 M)
- Dharmawangsa Teguh (985- 1016 M)

Berdiri kerajaan Kahuripan 1019 M



https://www.kompasiana.com/achmadeswa/mahapralaya-sandyakalaning-negeri-medang

Jumat, 11 Juli 2025

Labuhan Gunung Merapi

Labuhan Merapi diadakan untuk memperingati Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan Hamengku Bawono X, sekaligus
dimaknai sebagai sebuah perwujudan dan persembahan doa syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas segala nikmat dengan keberadaan Gunungapi Merapi.

Labuhan Merapi biasanya dilaksanakan pada tanggal 30 Rajab (kalender Jawa) setiap tahunnya.
Upacara ini dibuka dan dihadiri oleh masyarakat umum dan menjadi agenda wisata tahunan Kabupaten Sleman. Penyelenggara upacara ini adalah abdi dalem Kraton, namun dalam pelaksanaannya melibatkan masyarakat lokal dan beberapa komunitas pemerhati Gunungapi Merapi.

Beberapa ubarampe labuhan yaitu Peningset Udaraga, Desthar Daramuluk, Kampuh Poleng Ciut, Semekan Bangun Tolak, Semekan Gadung Mlati, Semekan Gadung, Nyamping Kawung Keemplang, Nyamping Cangkring, Ses (rokok), Wewengen dan Arta Tindih. Juga hasil bumi masyarakat lereng Merapi seperti sayur dan buah, sebagai bukti wujud rasa syukur dengan keberadaan Gunungapi Merapi memberikan sumber kehidupan.

Rangkaian upacara Labuhan Merapi biasanya dilaksanakan 2 hari. Hari pertama, prosesi Labuhan Merapi diawali dari keraton Yogyakarta dengan iring- iringan membawa uborampe labuhan menuju kantor Kapanewon Cangkringan yang terlebih dahulu singgah di kantor Kapanewon Depok. Selanjutnya oleh perwakilan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat diserahkan kepada Panewu Kapanewon Cangkringan yang kemudian diterima oleh abdi dalem juru kunci Gunungapi Merapi, Mas Kliwon Suraksa Asihono atau lebih dikenal dengan panggilan Mbah Asih.

Setelah prosesi tersebut, kemudian uborampe dan gunungan diarak dari kantor Kapanewon Cangkringan menuju petilasan rumah Mbah Maridjan (almarhum) di Dusun Kinahrejo, Kalurahan Umbulharjo, Kapanewon Cangkringan. Malam harinya dilakukan kenduri, pementasan kesenian, doa bersama ditutup pagelaran wayang kulit semalam suntuk.

Hari kedua, dimulai sekitar pukul 06.00, uborampe diarak sepanjang 2,5 km dari dusun Kinahrejo dilabuh atau dibawa ke Sri Manganti, pada ketinggian 1.550 mdpl. Di Sri Manganti selanjutnya dilakukan prosesi utama yaitu ritual dan doa serta pembagian nasi berkat kepada seluruh warga masyarakat yang mengikuti dengan harapan mendapatkan berkah dari upacara tersebut. Seluruh prosesi ini dipimpin oleh juru kunci Gunungapi Merapi, Mbah Asih.


Rabu, 09 Juli 2025

Museum Gunungapi Merapi

Museum Gunungapi Merapi mulai dibangun pada tahun 2005 atas kerjasama antara kementrian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral). Pemerintah Provinsi DIY dan Pemerintah Kabupaten Sleman.

Museum Gunungapi Merapi diresmikan pada tanggal 1 Oktober 2009 oleh menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro.

Pada tanggal 1 Januari 2010 Museum Gunungapi Merapi resmi dibuka untuk umum.

Pengelolaan Museum Gunungapi Merapi berada dibawah Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kabupaten Sleman.

Museum Gunungapi Merapi memiliki luas area 3,5 hektar dan luas bangunan 4.470 m2.

Museum Gunungapi Merapi beralamat di Dusun Banteng, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.


 1. Tiket Masuk Museum



2. Papan informasi tentang Museum Gunungapi Merapi



3. Geopark Jogja



4. Gedung Museum Gunungapi Merapi



5. Denah Museum Gunungapi Merapi



6. Maket Gunungapi Merapi



7. Erupsi Gunung Merapi 2010



8. Erupsi Gunung Merapi 2010



9. Erupsi Gunung Merapi 2010



10.



11.



12.



13. Bom Vulkanik Gunung Galunggung



14. Evolusi Bumi



15. Foto Mikroskopik Sayatan Tipis Batuan



16.



17. Peringatan Dini Tradisional (Early Warning)



18. Peringatan Dini Instrumental


.

19.



20.



21. Pemantauan Gunungapi Merapi



__


1. Sumber Daya Gunungapi. Dekorasi Kehidupan



2. Morfologi Kubah Lava Puncak Gunung Merapi



3. Cara Penyelamatan Diri dari Ancaman Bahaya Gunungapi



4. Peta Kawasan Gempa Bumi Merusak Yogyakarta dan Jawa Tengah (Earthquake Hazard Zone)



5. Pengaruh Letusan Gunungapi Terhadap Perubahan Iklim (Climate Change due to Volcanic Eruption)



6.



7.



8. Labuhan Merapi



Mitos Merapi 'Nyai Gadung Melati'

Diantara sekian banyak tokoh mahluk halus yang dipercaya menempati Kraton Gunung Merapi ada satu tokoh yang paling terkenal dan dicintai oleh penduduk daerahnya, bernama 'Nyai Gadung Melati' yang tinggal di Gunung Wutoh. Dia berperan sebagai pemimpin pasukan makhluk halus Merapi dan pelindung lingkungan di daerahnya, termasuk memelihara kehijauan tanaman dan kehidupan hewan

Nyai Gadung melati juga sering muncul di mimpi- mimpi penduduk sekitar kaki Gunung Merapi sebagai pertanda Merapi akan meletus, dalam mimpi penduduk Nyai Gadung melati disebutkan berparas cantik dan berpakaian warna hijau daun melati.