Jumat, 10 November 2017

Novel "Padang Bulan" - Andrea Hirata (I

Novel "Padang Bulan" karya Andrea Hirata
Novel Pertama dwilogi Padang Bulan
Penerbit Bentang

Mereka saling merapatkan diri demi mengumpul-ngumpulkan keberanian untuk menghadapi hidup setelah itu, yang tak terbayangkan kerasnya

Ia bingung karena masih terlalu kecil untuk dibenturkan dengan perkara seberat itu

Anak muda sering dipanggil Boi. Ini tak ada hubungannya dengan Boy dalam bahasa Inggris sebab anak perempuan pun sering dipanggil Boi

Aku sering meyakinkan diriku sendiri untuk memercayai sesuatu yang dibangun di atas logika yang aneh

Namun bukankah adakalanya, menyerahkan diri pada godaan & memelihara rahasia, menjadi bagian dari indahnya menjalani hidup ini ?

Uang yang tinggal tujuh ratus lima puluh rupiah itu ternyata tak bertahan lama meski telah dihemat sekuat tenaga & telah dikelola melalui kebijakan moneter yang paling konservatif sekalipun

Kerap kubaca kisah-kisah yang disebut sebagai menggiriskan yang dapat orang lakukan karena cinta, ditinggalkan keluarga bahkan sampai meninggakan keyakinan

Melainkan karena tubuh mereka soak sebelum tua. Radang sendi, wabah kaki gajah, penyakit kulit yang aneh karena virus lumpur, paru-paru yang hancur karena selalu menahan dingin dengan terus-menerus merokok, dan lantaran miskin, rokok yang dibeli adalah rokok murah sekali yang tak keruan asal-muasalnya, lalu dirampas arus, ditimpa longsor, diisap pasir hidup, disambar petir, dililit ular, atau ditelan buaya bulat-bulat

Perkara ulang tahun adalah gelap bagi anak-anak melayu melarat yang udik di kampung paling timur, di pulau terpencil Belitong ini

Tak dapat dipungkiri, hal paling sinting yang mungkin dilakukan umat manusia di muka bumi ini sebagian besar berasal-muasal dari cinta

Ia memang selalu terobsesi dengan rahasia, spionase, mengintai, menyamar, menyelinap, & mengendap-endap. Itu sakit gila no' 31

Kami adalah pengangguran. Lebih dari itu, kami adalah bagian dari golongan pria-pria yang paling menyedihkan di dunia ini, yaitu pria yang tak jelas masa depannya, mulai memasuki satu tahap yang disebut sebagai bujang lapuk, & masih tinggal dengan ibu

Nasibku tersumbat di kampung sebagai seorang pengangguran yang sama sekali tak berguna bagi nusa, bangsa & Pancasila, lantaran cinta

Aku terpana karena secara amat mengagumkan, dengan presisi kelas tinggi, semburannya meluncur deras bak anak panah, melintasi jarak hampir 4 m dari tempatnya duduk ke celah sempit tak lebih dari sejengkal di antara dua daun jendela. Tak sepercikpun cairan mengotori lantai

Lantaran haru mendapatkan anaknya kembali dalam keadaan sehat wal afiat setelah hampir sakit saraf karena cinta

Sampai bersayap mulutku bicara, cari kerja sana !
Melamar jadi pegawai pemerentah, pakai baju dinas, banyak lambang di pundaknya, aih, gagahnya, dapat pangsiun pula !

Nasihat Ibu bak suara Tuhan, Nasihat Ibu, sering meragukan awalnya, apa adanya, tak ilmiah, tak keren, tak penting, namun di ujung sana nanti, pendapat yang hakikat itu pasti lah nasihat Ibu

Bagaimanapun berat keadaanku, kucoba mengumpulkan semangat & bersikap realistis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar